Sensori motorik pun menjalarkan rangsangan olah pikir otak...
Menembuslah dalam karya cipta
Semburat goresan karyaku...
Semoga bermanfaat...
https://journal.uny.ac.id/index.php/wuny/issue/view/1207
ZAT PEWARNA ALAMI TEKSTIL
DARI DAUN JATI
Oleh : Atin Kurniawati, M. Pd.
Guru SMK Negeri 4 Yogyakarta
PENDAHULUAN
Indonesia merupaan salah satu penghasil tekstil. Olahan
yang dihasilkan dari tekstil berbagai macam mulai dari batik, tenun, songket
dan yang lainnya. Tekstil dengan aneka ragam jenis produk memiliki berbagai
keunggulan masing – masing. Baik dari segi bahan, warna, motif dan yang
lainnnya. Terutama dari segi pewarnaan, produk tekstil memiliki daya tarik yang
unik.
Untuk menghasilkan produk tekstil yang baik, faktor warna
memegang peranan sebagai daya tarik. Pewarnaan yang dilakukan sebagian besar
dalam dunia tekstil adalah secara sintesis. Pewarnaan sintesis lebih banyak dilakukan
karena lebih praktis dan lebih mudah.
Namun walaupuun demikian ternyata dengan pewarnaan
tekstil secara sintesis menimbulkan efek samping terhadap lingkungan, yaitu
berupa terjadinya polusi. Terutama polusi air dan polusi tanah.
Bahan sintesis yang dibuang dari industri tekstil ke
sungai menimbulkan pencemaran air sehinngga kehidupan ekosistem terganngu. Makhluk
hidup terkontaminasi zat kimia yang terkandung dari limbah pewarna sintesis.
Disamping itu menyebabkan menurunnya kualitas dari air. Padahal sebagaian besar
penddudk di pinggir sungai terkdang masih menggunakan air tersebut untuk
keperluan sehari – hari (mandi, cuci, kakus).
Disamping mencemari air, limbah sintesis pewarna tekstil
juaga dapat merusak struktur tanah. Apabila meresap ke dalam tanah maka
menyebabkan komposisi tanah menjadi tidak berimbang.
Untuk mengurangi adanya pencemaran lingkungan akibat
bahan pewarna sintesis tekstil perlu adanya bahan pewarna tekstil yang ramah
lingkungan yang tidak menimbulkan pencemaran. Pewarnaan tekstil dari bahan alam
meruapakan alaternatif yang sangat baik.Kareana tidang menimbilkan efek samping
yang membahayakan bagi lingkungan.
Pewarnaan tesktil alami dapat digali dari tumbuhan baik
akar, daun, buah, bunga, kulit, akar atau bagian lainnya dari tumbuhan. Dengan memamnfaatkan
sumber bahan dari alam bearati kita memanfaatkan sumber dataya alam agar
berniali potensial. Karena sesungguhnya Indonesia banyak sekali potensi alam
yang belum termanfaatkan dengan maksimal. Diharapkan dengan pemakaian bahan alam
sebagai pewarna tekstil memeberikan solusi dan kemanfaatan yang positif. Oleh
karena itu pada penelitian kali ini penulis mencoba memanfaatkan bahan alam berupa daun jati sebagai pewarn alami
tekstil. Dengan berfokus pada tujuan hasil pewarnaan serta pengaruh pemberian
tawas dan kapur tohor pada pewarnaan tekstil dari daun jati.
PEWARNA ALAM
Indonesia memiliki komiditias produk tekstil yang begitu
banyak ragamnya. Komoditas produk tekstil ini memiliki keunikan masing –
masing. Zat warna yang ada pada bahan tekstil merupakan salah satu
diantaranya.Zat warna memiliki karakteristik tersendiri sebagai daya tarik bagi konsumen. Zat warna
pada tekstil dapat terbuat dari bahan sintesis maupun bahan alami.
Dalam dunia texstil warna memegang peranan penting
terhadap keberadaan suatu produk. zat
warna tekstil dapat digolongkan menjadi 2:
1.
Zat pewarna
alam(ZPA) adalah zat pewaarna yang berasal adari bahan – bahan alam pada
umumnya dari ekstrak tumbuhan dan hewan
2.
Zat pewarna
sintesis(ZPS) adalah zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia
dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan senyawa
hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena, antrasena.
(Isminingsih
,1978)
Zat pewarna alam untuk bahan
tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan
seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Menurut (Sewan Susanto,1973)
tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah
: daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn),
kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu
(Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba
(Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava).
Rancangan busana maupun kain
batik yang menggunakan bahan tekstil dari zat warna alam memiliki nilai jual
atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah
lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif.
Pada zaman dahulu proses pewarnaan tekstil
menggunakan zat warna alam. Namun, seiring peningkatan kebutuhan dan kemajuan
teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin
terkikislah penggunaan zat warna alam. Zat Pewarna Alam semakin sulit ditemukan
di jaman seperti sekarang ini. Hutan-hutan sudah mulai ditebangi, sehingga
sumber zat pewarna alam yang berasal dari tumbuhan dan hewan sudah mulai
langka.
Salah satu kendala pewarnaan mori menggunakan zat
warna alam adalah variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya
yang tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat
dijadikan larutan pewarna mori. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang
praktis penggunaannya. Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam
memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia
memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan
eksklusif.
Untuk itu, sebagai upaya mengangkat kembali
penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat
warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber- sumber zat warna alam dari
potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Eksplorasi ini dimaksudkan
untuk mengetahui secara kualitatif warna yang dihasilkan oleh berbagai tanaman
di sekitar kita untuk pencelupan tekstil. Dengan demikian hasilnya dapat
semakin memperkaya jenis jenis tanaman sumber pewarna alam sehingga
ketersediaan zat warna alam selalu terjaga dan variasi warna yang dihasilkan
semakin beragam. Eksplorasi zat warna alam ini bisa diawali dari memilih
berbagai jenis tanaman yang ada di sekitar kita baik dari bagian daun, bunga,
batang, kulit ataupun akar . Sebagai indikasi awal, tanaman yang kita pilih
sebagai bahan pembuat zat pewarna alam adalah bagian tanaman yang berwarna atau
jika bagian tanaman itu digoreskan ke permukaan putih meninggalkan
bekas/goresan berwarna.
Untuk itu pigmen - pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari
jaringan atau organ tumbuhan dan dijadikan larutan zat warna alam untuk
pencelupan bahan tekstil. Proses eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi
dengan pelarut air.
Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses
untuk mengambil pigmen pigmen penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan baik
terdapat pada daun, batang, buah, bunga, biji ataupun akar. Proses eksplorasi
pengambilan pigmen zat warna alam disebut proses ekstraksi. Proses ektraksi ini
dilakukan dengan merebus bahan dengan pelarut air. Bagian tumbuhan yang di
ekstrak adalah bagian yang diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen
warna misalnya bagian daun, batang, akar, kulit buah, biji ataupun buahnya.
Berbeda dengan zat pewarna alam, zat pewarna
sintetis akan lebih mudah diperoleh di pasaran, ketersediaan warna terjamin,
jenis warna bermacam macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya
DAUN JATI (Tectona Grandis)
Tanaman
jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman yang mempunyai nama
ilmiah Tectonagrandislinn. F. secara historis, namatectona berasal dari
bahasa portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi.
Di Negara asalnya, tanaman jati ini dikenal dengan banyak nama daerah, seperti ching-jagu(di
wilayah Asam), saigun(Bengali), tekku(Bombay), dan kyun(Burma).
Tanaman ini dalam bahasa jerman dikenal dengan nama teck atau teakbun,
sedangkan di Inggris dikenal dengan nama teak (Sumarna, 2004).
Jati adalah
sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus,
dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di
musim kemarau.
Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1 500 – 2 000
mm/tahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran
tinggi. Tempat yang paling baik
untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan PH 4.5 – 7 dan
tidak dibanjiri dengan air. Jati memiliki daun berbentuk
elips yang lebar dan dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa.
Ciri-ciri jati menurut Hardjodarsono (1976)
adalah sebagai berikut :
1. Bentuk pohon besar pada umur 100 tahun dengan tinggi 25-50 meter menurut bonitsit
1. Bentuk pohon besar pada umur 100 tahun dengan tinggi 25-50 meter menurut bonitsit
2. Batang
dapat bulat dan lurus apabila tumbuh ditempat yang subur, tapi pada tanah-tanah
yang kurang subur dan tegakan yang kurang rapat serta akibat dari kebakaran dan
pengembalaanmempunyai kecenderungan untuk melengkung. Batang-batang yang besar biasanya menunjukkan
penampang yang tidak rata.
3. Tajuk tidak beraturan,
berbentuk bulat telur, terpasang agak rendah di tegakan-tegakan yang kurang
rapat.
4. Bentuk dahan bengkok-bengkok dan berlekuk-lekuk,
bercabang banyak dengan ranting-ranting yang kasar, berpenampang empat persegi
dan berbulu banyak.
5. Daun
berhadapan, berpucuk lancip dan bertangkai pendek.Bagian atas hijau kasar,
bagian bawah daun hijau kekuning-kuningan, berbulu halus.Dengan diantaranya
rambut-rambut kelenjar merah mengembung, kalau dirusak daunnya menjadi merah.
6. Susunan bunga banyak terminal, bulir-bulir
bercabang tersusun, berbulu halus, panjang 40-70 cm dan lebar 55-80 cm dengan
banyak sekali bunga-bunga kecil, putih, berkelamin dua. Pada musim berbunga
menyebabkan tajuk berwarna keputih-putihan.
Pohon jati memiliki keunikan mampu beradaptasi pada musim
kering dengan menggugurkan daunnya.
Pohon jati dalam klasifikasi ilmiah dikelompokan kedalam:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Tectona
Species : T. Grandis
Bagian pohon jati berupa daun umumnya besar, bulat telur terbalik,
berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran
besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi
sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan
bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna
merah darah apabila diremas.
Daun jati muda memiliki kandungan pigmen alami yang terdiri dari
pheophiptin, β-karoten,
pelargonidin 3-glukosida, pelargonidin 3,7-diglukosida, klorofil dan dua pigmen
lain yang belum diidentifikasi (Ati, dkk., 2006). Oleh karena itulah daun jati
dapat digunakan sebagai pewarna alam bahan tekstil.
BAHAN TEKSTIL UNTUK PEWARNAAN
ALAMI
Bahan tekstil memiliki beraneka ragam macam. Untuk spesifikasi bahan
tekstil yang dapat diwarnai dengan zat
warna alam adalah bahan-bahan yang berasal dari serat alam contohnya sutera,wol
dan kapas (katun). Sutera memiliki ikatan paling bagus terhadap zat warna alam
dibandingkan dengan bahan dari kapas.
METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat dan bahan yang berupa:
1.
Daun jati
2.
Tawas
3.
Kapur tohor
4.
Panci
5.
Saringan
6.
Baskom/wadah
7.
Pinset/sejenisnya
8.
Kompor


Gambar 1. Alat dan bahan
Bahan baku yang utama pada penelitian ini adalah daun jati dengan diberi
perlakuan kadar tawas dan kapur tohor yang berbeda di dalam proses fiksasinya.
Pewarnaan alami daun jati ini diberikan pada bahan tekstil berupa kain katun
dan kain mori karena berasal dari bahan alam kapas.
Untuk mendapatkan pewarna alami diperlukan adanya tiga tahapan proses
yaitu:
1.
Proses ekstraksi
2.
Proses mordanting
3.
Proses fiksasi
(fixer)
Untuk penelitian pewarnaan alami daun jati kali
ini hanya melewati 2 tahapan yaituproses ekstraksi zat pewarna alam dan proses fiksasi (fixer) dalam
pewarnaan alami daun jati. Sedangkan untuk proses mordanting tidak
dilakukan dalam penelitian ini karena adanya keterbatasan bahan dalam
pelaksaannya.
1.
Ekstraksi
Dalam
proses ekstraksi ini alat yang dipergunakan berupa :
a.
panci,
b.
kompor,
c.
takaran/gelas ukur.
Gambar 2. Proses Ekstraksi
Adapun
langkah - angkah proses ekstraksi pewarnaan
alami daun jati adalah sebagai berikut:
1)
Memasukkan daun
jati yang sudah dipotong kecil kecil (500 gram) yang hendak diekstrak ke dalam
panci dan menambahkan air (5 liter), perbandingan 1 : 10
2)
Merebus bahan
hingga volume air menjadi setengahnya (2,5liter).
3)
Hasil rebusan bahan
di saring dengan penyaring untuk memisahkan bahan padatan yang diesktrak dan
larutannya. Larutan ekstrak hasil penyaringan ini disebut larutan zat warna
alam. Setelah dingin larutan siap digunakan.
2.
Fiksasi
Proses
Fiksasi (Fixer) yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup
dengan zat warna alam agar membangkitkan warna dan kain memiliki
ketahanan luntur warna yang baik.
Sebelum melakukan pencelupan
dipersipakan terlebih dahulu larutan fixer dengan cara :
a)
Larutan fixer Tawas
:
Melarutkan 50 gram
tawas dalamtiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan
ambil larutan beningnya.
b)
Melarutan fixer Kapur
tohor :
Larutkan 50 gram kapurtohor dalam tiap liter air yang
digunakan. Biarkan mengendap
dan ambil larutan beningnya.
Adapun proses fiksasinya adalah
sebagai berikut :
1)
Menyiapkan larutan
zat warna alam hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan
2)
Memasukkan bahan
mori dan katun yang telah dipotong ukuran 10 x 10 cm kedalam larutan zat warna
alam daun jati dengan proses pencelupan selama 35 menit.
3)
Memasukkan bahan kedalam larutan fixer tawas dan kapur tohor. Bahan diproses dalam larutan
fixer selama 35 menit. Untuk mengetahui perbedaan warna yang dihasilkan oleh
masing – masing larutan fixer maka proses ini ada 5 perlakuan yang berbeda
untuk masing – masing bahan(kain mori dan kain katun) yaitu proses fiksasi
dilakukan dengan konsentarasi kadar kapur dan tawas masing- masing sebesar 50 gram/l, 80 gram/l, 120
gram/l, 150 gram/l, dan 180 gram/l.




Gambar 3. Proses fikasasi
4)
Tiriskan beberapa
saat
5)
Selanjutnya bahan katun
dan mori tadi dibilas dan cuci, lalu keringkan. Proses pengeringan di lakukan
dengan hanya di angin –anginkan. Setelah kering, berarti bahan telah selesai
diwarnai dengan larutan zat warna alam daun jati.
6) Terakhir, mengamati warna yang dihasilkan dan perbedaan
warna pada bahan tekstil setelah difixer dengan masing-masing larutan fixer
kapur tohor dan tawas untuk masing – masing konsentrasi. Dan kemudian hasil percobaan yang ada
dianalisis.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini yang diambil sebagai bahan pewarna tekstil adalah berupa daun jati. Untuk mendapatkan
warna alami dari daun jati memerlukan beberapa tahap diantaranya adalah:
1.
Mordating
2.
Ekstraksi
3.
Fikasasi
Adapun prosesnya seperti di dalam penjelasan dalam metode penelitian yang
telah di paparkan dalam bab metode penelitian sebelumnya. Namun dalam
penelitian ini tahapan mordating tidak dilakukan karena adanya keterbatasn
bahan.
Untuk bahan tekstil yang digunakan adalah bahan kain katun dan kain mori.
Karena bahan tersebut berasal dari serat
alam. Bahan yang berasal dari serat alam memiliki ikatan yang bagus terhadap
zat warna alam.
Adapun hasil akhir pewarnaan alami tekstil kain katun dan kain mori dengan
daun jati, memberikan hasil nampak pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1.
Tabel Hasil Pewarnaan Kain Katun
No
|
Kadar (gram/l)
|
Warna
mula - mula
|
Warna setelah Fiksasi Tawas
|
Warna setelah Fiksasi kapur tohor
|
1.
|
50
|
Putih
|
Putih kemerahan (wheat 1)
|
Putih kekuningan (consilk 1)
|
2.
|
80
|
Putih
|
Putih kemerahan (wheat 1)
|
Putih kekuningan (consilk 1)
|
3.
|
120
|
Putih
|
Putih kemerahan (wheat 1)
|
Putih kekuningan (consilk 1)
|
4.
|
150
|
Putih
|
Putih kemerahan (wheat 1)
|
Putih kekuningan (consilk 1)
|
5.
|
180
|
Putih
|
Putih kemerahan (wheat 1)
|
Putih kekuningan (consilk 1)
|
Berdasarkan tabel color-chart, hasil dari pewarnaan alami daun jati pada
tekstil untuk bahan katun dengan fiksator tawas memberikan hasil warna putih kemerahan
(wheat 1) baik untuk kadaar 50 gram/l, 80 gram/l, 120 gram/l, 150 gram/l,
maupun 180 gram/l. Sedangkan untukpewarnaan alami daun jati pada tekstil untuk
bahan katun dengan fiksator kapur
memberikan hasil warna putih kekuningan (consilk) baik untuk kadaar 50
gram/l, 80 gram/l, 120 gram/l, 150 gram/l, maupun 180 gram/l.
Gambar 4. Hasil pewarnaan kain katun dengan menggunakan daun jati
Tabel 2.
Tabel Hasil Pewarnaan Kain Mori
No
|
Kadar (gram/l)
|
Warna
mula - mula
|
Warna setelah Fiksasi Tawas
|
Warna setelah Fiksasi kapur tohor
|
1.
|
50
|
Putih
|
Putih kemerahan (wheat 1)
|
Putih kekuningan (consilk 1)
|
2.
|
80
|
Putih
|
Putih kemerahan (wheat 1)
|
Putih kekuningan (consilk 1)
|
3.
|
120
|
Putih
|
Putih kemerahan (wheat 1)
|
Putih kekuningan (consilk 1)
|
4.
|
150
|
Putih
|
Putih kemerahan (wheat 1)
|
Putih kekuningan (consilk 1)
|
5.
|
180
|
Putih
|
Putih kemerahan (wheat 1)
|
Putih kekuningan (consilk 1)
|
Berdasarkan color-chart pewarnaan alami daun jati pada tekstil untuk bahan
mori dengan fiksator tawas memberikan hasil warna putih kemerahan (wheat 1)
baik untuk kadar 50 gram/l, 80 gram/l, 120 gram/l, 150 gram/l, maupun 180
gram/l. Sedangkan untuk pewarnaan alami daun jati pada tekstil untuk bahan mori
dengan fiksator kapur memberikan hasil
warna putih kekuningan (consilk) baik untuk kadaar 50 gram/l, 80 gram/l, 120
gram/l, 150 gram/l, maupun 180 gram/l.
Gambar 5. Hasil pewarnaan kain mori dengan menggunakan daun jati
Pada proses pewarnaan alami daun jati untuk tahap mordating tidak dilakukan
karena keterbatasan pada saat pelaksanaan penelitian. Demikian pula untuk tahap
fiksasi hanya dilakukan sekali, sehingga warna yang dihasilkan kurang maksimal.
Jika proses pewarnaan tahap fiksasi dilakukan secara berulang maka warna yang
dihasilkan akan lebih kuat dan lebih jelas. Karena yang proses pengulangan
fiksasi maka daya serapkain terhadap warna alam akan semakin besar sehingga
akan diperoleh warna yang lebih kuat dan lebih jelas.
KESIMPULAN dan SARAN
1.
Hasil pewarnaan
bahan tekstil (kain mori dan kain katun) dengan menggunakan daun jati adalah:
a)
Kain mori dengan
fiksasi kapur tohor menghasilkan warna putih kekuningan.
b)
Kain mori dengan
fiksasi tawas menghasilkan warna putih kemerahan.
2.
Pengaruh penggunaan
kapur tohor dan dan tawas terhadap pewarnaan bahan tekstil (kain mori dan kain
katun) dengan menggunaan daun jati untuk masing – masing konsentrasi adalah:
a)
Kain mori dengan
fiksasi kapur tohor 50 gram/l., 80 gram/l, 120 gram/l, 150 gram/l, dan
180gram/l menghasilkan warna yang sama yaitu kputih kekuningan.
b)
Kain mori dengan
fiksasi kapur tohor 50 gram/l., 80 gram/l, 120 gram/l, 150 gram/l, dan
180gram/l menghasilkan warna yang sama yaitu kputih kekuningan.
3.
Saran untuk
penelitian selanjutnya, pewarnaan alami daun jati akan lebih sempurna hasilnya
jika proses fiksasi dialukan seacra berulang – ulang dan juga melalui tahap mordating
DAFTAR PUSTAKA
Ati,
Neltji Herlina, dkk. 2006. Komposisi dan Kandungan Pigmen Tumbuhan Pewarna
Alami Tenun Ikat di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara
Timur. Indo. J. Chem., 2006, 6 (3), 325-331.
Dwi Oktiarni. Pemanfaatan
Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guava), Daun Dewandaru (Hibiscus Sabdariffa L)
Sebagai Pewarna Alami Tekstil Pada Kain Dengan Mordan Belimbing Wuluh.
Jurusan Kimia FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Bengkulu. Bengkulu.
Dwi Suheryanto. 2010. Optimalisasi
Celupan Ekstrak Daun Mangga Pada Kain Batik Katun Dengan Irin Kapur. Jurnal
Ilmiah Seminar Rekayasa Kimia Proses, ISSN : 1411-4216.
Endang Kwartiningsih, Atika Andani, Sri Budi Astuti, aryo
Nugroho, Fina Rahmawati. Pemanfaatan
Getah Berbagai Jenis dan Bagian Dari Pohon Pisang Sebagai Zat Pewarna Alami. Jurusan
Tehnik Kimia Fakultas Tehnik Universitas sebelas Maret, ISSN : 1412 – 9124.
Fitrihana., N., 2007.Teknik
Eksplorasi Zat Warna Alam dari Tanaman Di Sekitar Kita Untuk Pencelupan Bahan
Tekstil. www.batikyogya.com.
Hardjodarsono.
1976. Ciri-ciri Kayu Pohon Jati. http://www.dedepurnama.com/2010/ciri-ciri-pohon-jati.html.
Isminingsih.
1978. Pengantar Kimia Zat Warna. STTT. Bandung.
Kwartiningsih, E., Setyawardani, D.A, Wiyatno, A., dan
Triyono, A. . 2009. Zat Warana Alam
Tekstil Dari Kulit Buah Manggis. Jurnal Ilmiah Tehnik Kimia Ekuilibrum,
ISSN : 1412 – 9124.
Rindy Astri Wilujeng, Kusnawati, Endang Pratiwi. 2010. Ekstraksi dan Karakterisasi Zat warna Alami
Dari daun Mannga (Mangifera Indica Liin) Serta Uji Potensinya Sebagai Pewarna
Tekstil. Universitas Negeri Malang. Malang.
Sewan
Susanto. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. BPKB. Yogyakarta.
Sumarna,
Yana. 2004. Budidaya Jati. Swadaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar