Rabu, 27 Desember 2017

Guratan pena mengalun dalam lembayung ketukan keybord...
Sensori motorik pun menjalarkan rangsangan olah pikir otak...
Menembuslah dalam karya cipta

Semburat goresan karyaku...
Semoga bermanfaat...

https://journal.uny.ac.id/index.php/wuny/issue/view/1207

ZAT PEWARNA ALAMI TEKSTIL
DARI DAUN JATI

Oleh : Atin Kurniawati, M. Pd.
Guru SMK Negeri 4 Yogyakarta
PENDAHULUAN
Indonesia merupaan salah satu penghasil tekstil. Olahan yang dihasilkan dari tekstil berbagai macam mulai dari batik, tenun, songket dan yang lainnya. Tekstil dengan aneka ragam jenis produk memiliki berbagai keunggulan masing – masing. Baik dari segi bahan, warna, motif dan yang lainnnya. Terutama dari segi pewarnaan, produk tekstil memiliki daya tarik yang unik.
Untuk menghasilkan produk tekstil yang baik, faktor warna memegang peranan sebagai daya tarik. Pewarnaan yang dilakukan sebagian besar dalam dunia tekstil adalah secara sintesis. Pewarnaan sintesis lebih banyak dilakukan karena lebih praktis dan lebih mudah.
Namun walaupuun demikian ternyata dengan pewarnaan tekstil secara sintesis menimbulkan efek samping terhadap lingkungan, yaitu berupa terjadinya polusi. Terutama polusi air dan polusi tanah.
Bahan sintesis yang dibuang dari industri tekstil ke sungai menimbulkan pencemaran air sehinngga kehidupan ekosistem terganngu. Makhluk hidup terkontaminasi zat kimia yang terkandung dari limbah pewarna sintesis. Disamping itu menyebabkan menurunnya kualitas dari air. Padahal sebagaian besar penddudk di pinggir sungai terkdang masih menggunakan air tersebut untuk keperluan sehari – hari (mandi, cuci, kakus).
Disamping mencemari air, limbah sintesis pewarna tekstil juaga dapat merusak struktur tanah. Apabila meresap ke dalam tanah maka menyebabkan komposisi tanah menjadi tidak berimbang.
Untuk mengurangi adanya pencemaran lingkungan akibat bahan pewarna sintesis tekstil perlu adanya bahan pewarna tekstil yang ramah lingkungan yang tidak menimbulkan pencemaran. Pewarnaan tekstil dari bahan alam meruapakan alaternatif yang sangat baik.Kareana tidang menimbilkan efek samping yang membahayakan bagi lingkungan.
Pewarnaan tesktil alami dapat digali dari tumbuhan baik akar, daun, buah, bunga, kulit, akar atau bagian lainnya dari tumbuhan. Dengan memamnfaatkan sumber bahan dari alam bearati kita memanfaatkan sumber dataya alam agar berniali potensial. Karena sesungguhnya Indonesia banyak sekali potensi alam yang belum termanfaatkan dengan maksimal. Diharapkan dengan pemakaian bahan alam sebagai pewarna tekstil memeberikan solusi dan kemanfaatan yang positif. Oleh karena itu pada penelitian kali ini penulis mencoba memanfaatkan bahan alam berupa daun jati sebagai pewarn alami tekstil. Dengan berfokus pada tujuan hasil pewarnaan serta pengaruh pemberian tawas dan kapur tohor pada pewarnaan tekstil dari daun jati.
PEWARNA ALAM
Indonesia memiliki komiditias produk tekstil yang begitu banyak ragamnya. Komoditas produk tekstil ini memiliki keunikan masing – masing. Zat warna yang ada pada bahan tekstil merupakan salah satu diantaranya.Zat warna memiliki karakteristik tersendiri sebagai daya tarik bagi konsumen. Zat warna pada tekstil dapat terbuat dari bahan sintesis maupun bahan alami.
Dalam dunia texstil warna memegang peranan penting terhadap keberadaan suatu produk.  zat warna tekstil dapat digolongkan menjadi 2:
1.    Zat pewarna alam(ZPA) adalah zat pewaarna yang berasal adari bahan – bahan alam pada umumnya dari ekstrak tumbuhan dan hewan
2.    Zat pewarna sintesis(ZPS) adalah zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena, antrasena.
(Isminingsih ,1978)
Zat pewarna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Menurut (Sewan Susanto,1973) tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava).           
Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan bahan tekstil dari zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif.
Pada zaman dahulu proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring peningkatan kebutuhan dan kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna alam. Zat Pewarna Alam semakin sulit ditemukan di jaman seperti sekarang ini. Hutan-hutan sudah mulai ditebangi, sehingga sumber zat pewarna alam yang berasal dari tumbuhan dan hewan sudah mulai langka.
Salah satu kendala pewarnaan mori menggunakan zat warna alam adalah variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna mori. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya. Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif.
Untuk itu, sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber- sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui secara kualitatif warna yang dihasilkan oleh berbagai tanaman di sekitar kita untuk pencelupan tekstil. Dengan demikian hasilnya dapat semakin memperkaya jenis jenis tanaman sumber pewarna alam sehingga ketersediaan zat warna alam selalu terjaga dan variasi warna yang dihasilkan semakin beragam. Eksplorasi zat warna alam ini bisa diawali dari memilih berbagai jenis tanaman yang ada di sekitar kita baik dari bagian daun, bunga, batang, kulit ataupun akar . Sebagai indikasi awal, tanaman yang kita pilih sebagai bahan pembuat zat pewarna alam adalah bagian tanaman yang berwarna atau jika bagian tanaman itu digoreskan ke permukaan putih meninggalkan bekas/goresan berwarna.
Untuk itu pigmen -  pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau organ tumbuhan dan dijadikan larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan tekstil. Proses eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi dengan pelarut air.
Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses untuk mengambil pigmen pigmen penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan baik terdapat pada daun, batang, buah, bunga, biji ataupun akar. Proses eksplorasi pengambilan pigmen zat warna alam disebut proses ekstraksi. Proses ektraksi ini dilakukan dengan merebus bahan dengan pelarut air. Bagian tumbuhan yang di ekstrak adalah bagian yang diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen warna misalnya bagian daun, batang, akar, kulit buah, biji ataupun buahnya.
Berbeda dengan zat pewarna alam, zat pewarna sintetis akan lebih mudah diperoleh di pasaran, ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya

DAUN JATI (Tectona Grandis)
Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman yang mempunyai nama ilmiah Tectonagrandislinn. F. secara historis, namatectona berasal dari bahasa portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi. Di Negara asalnya, tanaman jati ini dikenal dengan banyak nama daerah, seperti ching-jagu(di wilayah Asam), saigun(Bengali), tekku(Bombay), dan kyun(Burma). Tanaman ini dalam bahasa jerman dikenal dengan nama teck atau teakbun, sedangkan di Inggris dikenal dengan nama teak (Sumarna, 2004).
Jati  adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau.
Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1 500 – 2 000 mm/tahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan PH 4.5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air. Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa.
Ciri-ciri jati menurut Hardjodarsono (1976) adalah sebagai berikut :
1.
   Bentuk pohon besar pada umur 100 tahun dengan tinggi 25-50 meter menurut bonitsit
2.    Batang dapat bulat dan lurus apabila tumbuh ditempat yang subur, tapi pada tanah-tanah yang kurang subur dan tegakan yang kurang rapat serta akibat dari kebakaran dan pengembalaanmempunyai kecenderungan untuk melengkung. Batang-batang yang besar biasanya menunjukkan penampang yang tidak rata.
3.    Tajuk tidak beraturan, berbentuk bulat telur, terpasang agak rendah di tegakan-tegakan yang kurang rapat.
4.    Bentuk dahan bengkok-bengkok dan berlekuk-lekuk, bercabang banyak dengan ranting-ranting yang kasar, berpenampang empat persegi dan berbulu banyak.
5.    Daun berhadapan, berpucuk lancip dan bertangkai pendek.Bagian atas hijau kasar, bagian bawah daun hijau kekuning-kuningan, berbulu halus.Dengan diantaranya rambut-rambut kelenjar merah mengembung, kalau dirusak daunnya menjadi merah.
6.    Susunan bunga banyak terminal, bulir-bulir bercabang tersusun, berbulu halus, panjang 40-70 cm dan lebar 55-80 cm dengan banyak sekali bunga-bunga kecil, putih, berkelamin dua. Pada musim berbunga menyebabkan tajuk berwarna keputih-putihan.

Pohon jati memiliki keunikan mampu beradaptasi pada musim kering dengan menggugurkan daunnya.

Pohon jati dalam klasifikasi ilmiah dikelompokan kedalam:
Kerajaan          : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Lamiales
Famili              : Lamiaceae
Genus              : Tectona
Species            : T. Grandis

Bagian pohon jati berupa daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas.

Daun jati muda memiliki kandungan pigmen alami yang terdiri dari pheophiptin, β-karoten, pelargonidin 3-glukosida, pelargonidin 3,7-diglukosida, klorofil dan dua pigmen lain yang belum diidentifikasi (Ati, dkk., 2006). Oleh karena itulah daun jati dapat digunakan sebagai pewarna alam bahan tekstil.

BAHAN TEKSTIL UNTUK PEWARNAAN ALAMI
Bahan tekstil memiliki beraneka ragam macam. Untuk spesifikasi bahan tekstil yang dapat  diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yang berasal dari serat alam contohnya sutera,wol dan kapas (katun). Sutera memiliki ikatan paling bagus terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.

METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat dan bahan yang berupa:
1.      Daun jati
2.      Tawas
3.      Kapur tohor
4.      Panci
5.      Saringan
6.      Baskom/wadah
7.      Pinset/sejenisnya
8.      Kompor

















Gambar 1. Alat dan bahan

Bahan baku yang utama pada penelitian ini adalah daun jati dengan diberi perlakuan kadar tawas dan kapur tohor yang berbeda di dalam proses fiksasinya. Pewarnaan alami daun jati ini diberikan pada bahan tekstil berupa kain katun dan kain mori karena berasal dari bahan alam kapas.
Untuk mendapatkan pewarna alami diperlukan adanya tiga tahapan proses yaitu:
1.      Proses ekstraksi
2.      Proses mordanting
3.      Proses fiksasi (fixer)
Untuk penelitian pewarnaan alami daun jati kali ini hanya melewati 2 tahapan yaituproses ekstraksi zat pewarna alam dan proses fiksasi (fixer) dalam pewarnaan alami daun jati. Sedangkan untuk proses mordanting tidak dilakukan dalam penelitian ini karena adanya keterbatasan bahan dalam pelaksaannya.
1.        Ekstraksi
Dalam proses ekstraksi ini alat yang dipergunakan berupa :
a.    panci,
b.    kompor,
c.    takaran/gelas ukur.
d.   sedangkan bahan yang digunakan adalah daun jati (di potong kecil – kecil).















Gambar 2. Proses Ekstraksi

Adapun langkah  - angkah proses ekstraksi pewarnaan alami daun jati adalah sebagai berikut:
1)   Memasukkan daun jati yang sudah dipotong kecil kecil (500 gram) yang hendak diekstrak ke dalam panci dan menambahkan air (5 liter), perbandingan 1 : 10
2)   Merebus bahan hingga volume air menjadi setengahnya (2,5liter).
3)   Hasil rebusan bahan di saring dengan penyaring untuk memisahkan bahan padatan yang diesktrak dan larutannya. Larutan ekstrak hasil penyaringan ini disebut larutan zat warna alam. Setelah dingin larutan siap digunakan.
2.        Fiksasi
Proses Fiksasi (Fixer) yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup dengan zat warna alam agar membangkitkan warna dan kain memiliki ketahanan luntur warna yang baik.
Sebelum melakukan pencelupan dipersipakan terlebih dahulu larutan fixer dengan cara :
a)    Larutan fixer Tawas :
Melarutkan 50 gram tawas dalamtiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.
b)   Melarutan fixer Kapur tohor :
Larutkan 50 gram kapurtohor dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.
Adapun proses fiksasinya adalah sebagai berikut :
1)    Menyiapkan larutan zat warna alam hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan
2)    Memasukkan bahan mori dan katun yang telah dipotong ukuran 10 x 10 cm kedalam larutan zat warna alam daun jati dengan proses pencelupan selama 35 menit.
3)   










Memasukkan bahan kedalam larutan fixer tawas dan  kapur tohor. Bahan diproses dalam larutan fixer selama 35 menit. Untuk mengetahui perbedaan warna yang dihasilkan oleh masing – masing larutan fixer maka proses ini ada 5 perlakuan yang berbeda untuk masing – masing bahan(kain mori dan kain katun) yaitu proses fiksasi dilakukan dengan konsentarasi kadar kapur dan tawas masing-  masing sebesar 50 gram/l, 80 gram/l, 120 gram/l, 150 gram/l, dan 180 gram/l.








Gambar 3. Proses fikasasi
4)    Tiriskan beberapa saat
5)    Selanjutnya bahan katun dan mori tadi dibilas dan cuci, lalu keringkan. Proses pengeringan di lakukan dengan hanya di angin –anginkan. Setelah kering, berarti bahan telah selesai diwarnai dengan larutan zat warna alam daun jati.
6)    Terakhir, mengamati warna yang dihasilkan dan perbedaan warna pada bahan tekstil setelah difixer dengan masing-masing larutan fixer kapur tohor dan tawas untuk masing – masing konsentrasi. Dan kemudian hasil percobaan yang ada dianalisis.


PEMBAHASAN
Pada penelitian ini yang diambil sebagai bahan pewarna tekstil  adalah berupa daun jati. Untuk mendapatkan warna alami dari daun jati memerlukan beberapa tahap diantaranya adalah:
1.    Mordating
2.    Ekstraksi
3.    Fikasasi
Adapun prosesnya seperti di dalam penjelasan dalam metode penelitian yang telah di paparkan dalam bab metode penelitian sebelumnya. Namun dalam penelitian ini tahapan mordating tidak dilakukan karena adanya keterbatasn bahan.
Untuk bahan tekstil yang digunakan adalah bahan kain katun dan kain mori. Karena bahan tersebut berasal dari serat alam. Bahan yang berasal dari serat alam memiliki ikatan yang bagus terhadap zat warna alam.
Adapun hasil akhir pewarnaan alami tekstil kain katun dan kain mori dengan daun jati, memberikan hasil nampak pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1.
Tabel Hasil Pewarnaan Kain Katun
No
Kadar (gram/l)
Warna
mula - mula
Warna setelah Fiksasi Tawas
Warna setelah Fiksasi kapur tohor
1.
50
Putih
Putih kemerahan (wheat 1)
Putih kekuningan (consilk 1)
2.
80
Putih
Putih kemerahan (wheat 1)
Putih kekuningan (consilk 1)
3.
120
Putih
Putih kemerahan (wheat 1)
Putih kekuningan (consilk 1)
4.
150
Putih
Putih kemerahan (wheat 1)
Putih kekuningan (consilk 1)
5.
180
Putih
Putih kemerahan (wheat 1)
Putih kekuningan (consilk 1)

Berdasarkan tabel color-chart, hasil dari pewarnaan alami daun jati pada tekstil untuk bahan katun dengan fiksator tawas memberikan hasil warna putih kemerahan (wheat 1) baik untuk kadaar 50 gram/l, 80 gram/l, 120 gram/l, 150 gram/l, maupun 180 gram/l. Sedangkan untukpewarnaan alami daun jati pada tekstil untuk bahan katun dengan fiksator kapur  memberikan hasil warna putih kekuningan (consilk) baik untuk kadaar 50 gram/l, 80 gram/l, 120 gram/l, 150 gram/l, maupun 180 gram/l.



Gambar 4. Hasil pewarnaan kain katun dengan menggunakan daun jati

Tabel 2.
Tabel Hasil Pewarnaan Kain Mori
No
Kadar (gram/l)
Warna
mula - mula
Warna setelah Fiksasi Tawas
Warna setelah Fiksasi kapur tohor
1.
50
Putih
Putih kemerahan (wheat 1)
Putih kekuningan (consilk 1)
2.
80
Putih
Putih kemerahan (wheat 1)
Putih kekuningan (consilk 1)
3.
120
Putih
Putih kemerahan (wheat 1)
Putih kekuningan (consilk 1)
4.
150
Putih
Putih kemerahan (wheat 1)
Putih kekuningan (consilk 1)
5.
180
Putih
Putih kemerahan (wheat 1)
Putih kekuningan (consilk 1)

Berdasarkan color-chart pewarnaan alami daun jati pada tekstil untuk bahan mori dengan fiksator tawas memberikan hasil warna putih kemerahan (wheat 1) baik untuk kadar 50 gram/l, 80 gram/l, 120 gram/l, 150 gram/l, maupun 180 gram/l. Sedangkan untuk pewarnaan alami daun jati pada tekstil untuk bahan mori dengan fiksator kapur  memberikan hasil warna putih kekuningan (consilk) baik untuk kadaar 50 gram/l, 80 gram/l, 120 gram/l, 150 gram/l, maupun 180 gram/l.


Gambar 5. Hasil pewarnaan kain mori dengan menggunakan daun jati

Pada proses pewarnaan alami daun jati untuk tahap mordating tidak dilakukan karena keterbatasan pada saat pelaksanaan penelitian. Demikian pula untuk tahap fiksasi hanya dilakukan sekali, sehingga warna yang dihasilkan kurang maksimal. Jika proses pewarnaan tahap fiksasi dilakukan secara berulang maka warna yang dihasilkan akan lebih kuat dan lebih jelas. Karena yang proses pengulangan fiksasi maka daya serapkain terhadap warna alam akan semakin besar sehingga akan diperoleh warna yang lebih kuat dan lebih jelas.

KESIMPULAN dan SARAN
1.    Hasil pewarnaan bahan tekstil (kain mori dan kain katun) dengan menggunakan daun jati adalah:
a)         Kain mori dengan fiksasi kapur tohor menghasilkan warna putih kekuningan.
b)        Kain mori dengan fiksasi tawas menghasilkan warna putih kemerahan.
2.    Pengaruh penggunaan kapur tohor dan dan tawas terhadap pewarnaan bahan tekstil (kain mori dan kain katun) dengan menggunaan daun jati untuk masing – masing konsentrasi adalah:
a)        Kain mori dengan fiksasi kapur tohor 50 gram/l., 80 gram/l, 120 gram/l, 150 gram/l, dan 180gram/l menghasilkan warna yang sama yaitu kputih kekuningan.
b)        Kain mori dengan fiksasi kapur tohor 50 gram/l., 80 gram/l, 120 gram/l, 150 gram/l, dan 180gram/l menghasilkan warna yang sama yaitu kputih kekuningan.
3.    Saran untuk penelitian selanjutnya, pewarnaan alami daun jati akan lebih sempurna hasilnya jika proses fiksasi dialukan seacra berulang – ulang dan juga  melalui tahap mordating
DAFTAR PUSTAKA

Ati, Neltji Herlina, dkk. 2006. Komposisi dan Kandungan Pigmen Tumbuhan Pewarna Alami Tenun Ikat di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Indo. J. Chem., 2006, 6 (3), 325-331.

Dwi Oktiarni. Pemanfaatan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guava), Daun Dewandaru (Hibiscus Sabdariffa L) Sebagai Pewarna Alami Tekstil Pada Kain Dengan Mordan Belimbing Wuluh. Jurusan Kimia FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Dwi Suheryanto. 2010. Optimalisasi Celupan Ekstrak Daun Mangga Pada Kain Batik Katun Dengan Irin Kapur. Jurnal Ilmiah Seminar Rekayasa Kimia Proses, ISSN : 1411-4216.

Endang Kwartiningsih, Atika Andani, Sri Budi Astuti, aryo Nugroho, Fina Rahmawati. Pemanfaatan Getah Berbagai Jenis dan Bagian Dari Pohon Pisang Sebagai Zat Pewarna Alami. Jurusan Tehnik Kimia Fakultas Tehnik Universitas sebelas Maret, ISSN : 1412 – 9124.

Fitrihana., N., 2007.Teknik Eksplorasi Zat Warna Alam dari Tanaman Di Sekitar Kita Untuk Pencelupan Bahan Tekstil. www.batikyogya.com.

Hardjodarsono. 1976. Ciri-ciri Kayu Pohon Jati. http://www.dedepurnama.com/2010/ciri-ciri-pohon-jati.html.

Isminingsih. 1978. Pengantar Kimia Zat Warna. STTT. Bandung.

Kwartiningsih, E., Setyawardani, D.A, Wiyatno, A., dan Triyono, A. . 2009. Zat Warana Alam Tekstil Dari Kulit Buah Manggis. Jurnal Ilmiah Tehnik Kimia Ekuilibrum, ISSN : 1412 – 9124.

Rindy Astri Wilujeng, Kusnawati, Endang Pratiwi. 2010. Ekstraksi dan Karakterisasi Zat warna Alami Dari daun Mannga (Mangifera Indica Liin) Serta Uji Potensinya Sebagai Pewarna Tekstil. Universitas Negeri Malang. Malang.

Sewan Susanto. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. BPKB. Yogyakarta.


Sumarna, Yana. 2004. Budidaya Jati. Swadaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar